Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, menyatakan bahwa ia tidak akan setuju untuk membentuk pemerintahan militer di Gaza.
Dikutip dari Reuters, perpecahan semakin tajam antara dua mantan jenderal militer berhaluan tengah di kabinet, Benny Gantz dan Gadi Eisenkot.
Di sisi lain, partai-partai keagamaan nasionalis sayap kanan yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Dalam Negeri Itamar Ben-Gvir mengutuk komentar Gallant tersebut.
“Ini bukan cara untuk melancarkan perang,” tulis tabloid sayap kanan Israel Today yang menampilkan foto Gallant berhadapan dengan Netanyahu, Kamis (16/5/24), seperti dikutip dari Reuters.
Selain tujuan untuk membubarkan Hamas dan mengembalikan sekitar 130 sandera, Netanyahu belum menjelaskan tujuan strategis untuk mengakhiri kampanye militer ini. Kampanye ini telah menewaskan sekitar 35.000 warga Palestina dan membuat Israel semakin terisolasi di kancah internasional.
Namun, dengan dukungan dari Ben-Gvir dan Smotrich, Netanyahu menolak keterlibatan Otoritas Palestina dalam pengelolaan Gaza pascaperang.
Otoritas Palestina didirikan berdasarkan perjanjian damai sementara Oslo, tiga dekade lalu, dan secara internasional dianggap sebagai badan pemerintahan Palestina yang paling sah.
Netanyahu masih berjuang untuk mempertahankan koalisinya yang kian pecah. Ia tetap berpegang pada janjinya untuk meraih kemenangan total atas Hamas.
“Setelah kemenangan atas Haman, Gaza dapat dijalankan oleh pemerintahan sipil non-Hamas dengan tanggung jawab militer Israel secara keseluruhan,” ujar Netanyahu dalam wawancaranya dengan CNBC, Rabu (15/5/24).
Para pejabat Israel menyebutkan, pemimpin klan Palestina atau tokoh masyarakat sipil lainnya mungkin akan direkrut untuk mengisi kekosongan tersebut.
Namun, hingga kini belum ada bukti akan sikap tersebut dan belum ada negara Arab yang mengambil langkah untuk membantu.
“Pilihan bagi Israel adalah mereka mengakhiri perang dan mundur, atau membentuk pemerintahan militer di sana, dan mereka menguasai seluruh wilayah entah sampai kapan, karena begitu mereka meninggalkan suatu wilayah, Hamas akan muncul kembali,” kata Associate Program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House, Yossi Mekelberg. (TM)