Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran Universitas Gajah Mada Prof. Wening Udasmoro, menjawab. (UGM)
YOGYAKARTA || UGM menjadi panggung klarifikasi ketika keraguan atas ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat. Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), yang sebagian besar berisi nama-nama lawas seperti Roy Suryo, datang membawa keraguan dan pulang dengan tumpukan dokumen. Tapi polemik belum surut.
Pada Selasa siang, 15 April 2025, suasana di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menghangat. Tiga orang perwakilan TPUA —Roy Suryo, Rismon Hasiholan, dan Tifauzia Tyassuma— datang meminta klarifikasi mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo. Pertemuan yang semula hanya audiensi itu sempat menegang. “Hampir saja kami walk out,” kata Roy, usai pertemuan yang menurutnya dihiasi debat kecil.
UGM, lewat Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran Prof. Wening Udasmoro, menjawab dengan tenang. Ia menyebut Jokowi adalah mahasiswa sah UGM, terdaftar sejak awal hingga lulus pada 5 November 1985. “Kami memiliki semua dokumen akademik, dari ijazah SMA hingga berita acara ujian skripsi,” katanya.
Skripsi Jokowi juga ditunjukkan kepada perwakilan TPUA. Roy Suryo mengklaim ada kejanggalan pada bentuk ketikan dan tak nampaknya lembar pengesahan. “Ada perbedaan antara batang tubuh skripsi dan halaman depan. Tak ditemukan lembar pengesahan,” ujarnya.
Namun, UGM bergeming. Skripsi itu, menurut Sekretaris Universitas Andi Sandi, adalah dokumen terbuka dan tersedia di perpustakaan. Ia juga mengingatkan, data pribadi seperti ijazah tak bisa ditunjukkan sembarang pihak. “Kami hanya akan buka jika ada permintaan resmi dari pengadilan,” ujarnya.
Yang menarik, pada audiensi tersebut hadir pula para alumni satu angkatan dengan Jokowi. Mereka datang membawa skripsi, ijazah, dan foto-foto wisuda. Salah satunya Frono Jiwo, kawan lama Jokowi di bangku kuliah. Ia menyayangkan beredarnya informasi menyesatkan di media sosial. “Kami masuk UGM tahun 1980, dan wisuda tahun 1985. Ijazah saya dan Pak Jokowi sama, hanya beda nomor,” ucap Frono, mengacu pada font dan tanda tangan Rektor Prof. T Jacob serta Dekan Prof. Soenardi Prawirohatmodjo.
Sementara itu, kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menegaskan tak akan menunjukkan ijazah asli kecuali diminta secara hukum. “Kami tidak akan tunduk pada tekanan opini. Jika pengadilan meminta, kami siap tunjukkan,” katanya.
UGM tak ingin masuk ke ruang polemik yang gaduh. “Kami bicara berdasarkan data, bukan interpretasi atau asumsi. Ini soal akurasi, bukan sensasi,” ucap Wening. UGM juga menyatakan kesiapannya jika sewaktu-waktu diminta bersaksi di pengadilan.
Maka, pertanyaan tentang keaslian ijazah Jokowi mungkin bukan lagi soal dokumen, tapi kepercayaan. Dan dalam kasus ini, UGM memilih membiarkan dokumen yang bicara. (aih)