Kabarmetro.id, KOTA PROBOLINGGO – Awan hitam mulai memutih menampakkan sinarnya di Kota Probolinggo, Minggu (21/4/24). Atmosfir tersebut simbol jelang detik-detik mentari mulai menampakkan sinarnya kebumi. Maklumlah jarum jam ketika itu telah mengarah di angka pukul 06.00 WIB. Tentu malam akan berganti terang mentari menampakkan sinarnya.
Kebetulan hari itu bertepatan hari perayaan kelahiran pejuang emansipasi wanita Indonesia RA Kartini sebagai produk perempuan nusantara yang lahir di Mayong 21 April 1879, turunan bangsawan putri dari Bupati Jepara Raden Mas Adipati Aria Sosroningrat yang memperjuangkan eksistensi kaumnya, berjuang untuk arti sebuah kehidupan seorang perempuan.
Hampir serupa Kartini yang berjuang untuk kehidupan saat itu, ada sosok perempuan tua berjuang hidup menafkahi dirinya dan anak-anaknya juga cucunya. Ia adalah Ibu Misnaya ( 65) masih disibukkan memandangi beberapa barang usang tak terpakai.
Perempuan kelahiran 1959 tersebut setiap harinya menekuni mata pencarian sebagai pemulung sampah di sebuah kondisi yang kebanyakan orang mungkin enggan untuk menghampirinya, tempat pembuangan akhir sampah (TPA) DLH Kota Probolinggo.
Bermodalkan sebuah karung bekas,ia menjelajah lapangan seluas sekitar satu hektar dengan dua kakinya berjalan beralasakan sandal jepit karet. Ia seolah tak memperdulikan betisnya membesar dan telapak kakinya menghitam kasar bergores tak semulus milik putri Kate, sang istri pangeran Wiliam asal Inggris.
Menuju dari tempat tinggal ke penampungan sampah,Ibu Misnaya tidak dimanjakan oleh sarana mesin transportasi. Bukan seperti pegawai kantor lainnya pergi memakai fasilitas motor atau mobil,Ibu Misnaya sangatlah berbeda. Bermodalkan niat tekad, dirinya berjalan kaki, menempuh jarak sekitar 500 meter, menjadi pemulung sampah.
“Jaraknya dekat. Saya berangkat dari pagi jam 6 selesai cari sampah jam 15.00 sore,” tutur wanita warga Kelurahan Kanigaran ini.
Wanita beranak dua tersebut merelakan kulit tubuhnya diterpa sinar matahari siang, rela lubang hidungnya dilewati bau busuk sampah dan bergaul akrab mengais rezeki bersama lalat-lalat.
“Sudah terkumpul satu karung bisa ditukar uang. Saya ambil sampah-sampah plastik, kertas kardus,dan lainnya” urainya.
Perjuangan hidup Ibu Misnaya, mengingatkan sosok RA Kartini yang semangat untuk bereksistensi dalam hidup. Mengutip buku karya Dri Arbaningsih berjudul Kartini dari Sisi Lain, perempuan pahlawan nasional tersebut melakukan pemberontakan jiwa untuk tercapainya sebuah keadilan. Oleh(Choy)