BerandaTak BerkategoriDonald Trump Bela Tesla di Tengah Boikot dan Kebangkrutan...

Donald Trump Bela Tesla di Tengah Boikot dan Kebangkrutan Elon Musk

Elon Musk (menggendong anaknya) mengumumkan bergabung dengan Donald Trump (duduk dengan wajah gundah). (tangkapan layar video)

JAKARTA – Raksasa mobil listrik Tesla menghadapi tekanan berat di dua pasar utamanya. Di China, perusahaan milik Elon Musk itu terhimpit regulasi yang membatasi pengolahan data dan teknologi autopilot. Sementara di Amerika Serikat (AS), gerakan boikot terhadap Tesla semakin menguat, dipicu sentimen politik dan sikap kontroversial Musk.

Ketatnya aturan di China membuat Tesla kesulitan menghadirkan fitur autopilot dan full self-driving (FSD). Pemerintah AS pun menerapkan kebijakan serupa dengan mewajibkan Tesla menyimpan data secara lokal dan meminta persetujuan sebelum mengirim data ke luar negeri. Washington juga melarang Tesla melatih perangkat lunak kecerdasan buatan (AI) di China.

Di tengah tantangan tersebut, Tesla dikabarkan menjalin kerja sama dengan raksasa teknologi China, Baidu. Mengutip Reuters, Jumat (14/3/2025), dua sumber menyebut kolaborasi ini bertujuan meningkatkan sistem bantuan mengemudi canggih atau advanced driving assistance system (ADAS). Sejumlah insinyur Baidu telah ditempatkan di kantor Tesla di Beijing selama beberapa pekan terakhir untuk mengintegrasikan data peta navigasi ke sistem FSD Tesla.

Sumber lain menyebut, keterbatasan data jalan raya China menyebabkan FSD V13 masih sering melakukan kesalahan, seperti berpindah jalur yang tidak tepat atau menerobos lampu merah. Baik Tesla maupun Baidu belum memberikan tanggapan atas laporan ini.

Gerakan Anti-Tesla Menguat

Di AS, Tesla menghadapi tantangan lain. Gelombang boikot terhadap produk Tesla semakin masif, didorong oleh kritik terhadap sikap politik Musk serta meningkatnya sentimen negatif di kalangan masyarakat. Banyak pemilik Tesla memasang stiker sebagai tanda ketidaksetujuan mereka terhadap Musk.

Dampaknya terasa nyata. Harga jual mobil Tesla anjlok, menyebabkan pemilik kendaraan mengalami kerugian jika ingin menjualnya. Saham Tesla pun jatuh, diperburuk oleh ancaman perang tarif yang digaungkan oleh mantan Presiden Donald Trump.

Menanggapi boikot ini, Trump langsung bereaksi. Ia mengumumkan akan membeli mobil Tesla baru sebagai bentuk dukungan dan menyalahkan kelompok yang ia sebut sebagai “radikal kiri”. Bahkan, Trump mengklaim gerakan boikot terhadap Tesla sebagai tindakan ilegal.

Pernyataan Trump muncul sehari setelah saham Tesla mengalami penurunan terbesar dalam hampir lima tahun terakhir. Ia juga berjanji akan melabeli aksi perusakan showroom Tesla sebagai bentuk terorisme domestik.

Di berbagai kota AS, gelombang protes terus meluas. Sejumlah dealer Tesla menjadi sasaran aksi boikot, sementara kelompok Tesla Takedown menggalang kampanye untuk menjual saham Tesla. Beberapa mobil Tesla yang ditinggalkan bahkan dicorat-coret dengan grafiti bertuliskan “Musk harus pergi”.

Namun, klaim Trump bahwa boikot terhadap Tesla adalah ilegal terbantahkan. Mahkamah Agung AS dalam putusan tahun 1972 telah menetapkan bahwa aksi protes terhadap bisnis swasta dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS.

Kondisi ini semakin menempatkan Tesla di persimpangan jalan. Di satu sisi, perusahaan harus menavigasi aturan ketat di China. Di sisi lain, di negeri asalnya, tekanan politik dan sosial semakin menguat, menambah beban bagi masa depan raksasa mobil listrik ini. (iha)

Translate »
error: kabarmetro.id