Fenomena ini terutama terjadi pada rentang usia rawan, yakni kelas 5-6 SD, Kelas 1-2 SMP, dan Kelas 1-2 SMA, menunjukkan pola di usia transisi dari SD ke SMP dan SMP ke SMA.
Dalam menanggapi situasi ini, KPAI menggelar Focus Group Discussion pada 28 November 2023, membahas peran Negara dalam menghadapi tingginya angka anak yang menyakiti diri dan mengakhiri hidup di Indonesia.
Pertemuan ini membahas pentingnya pengawasan komprehensif dan memetakan situasi permasalahan secara langsung.
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, mengungkap keprihatinannya terhadap fenomena ini, menekankan koordinasi dengan mitra strategis untuk menangani anak-anak yang mengakhiri hidup.
Dia menyampaikan bahwa akar permasalahan ini perlu dikuatkan oleh negara, dan pergeseran budaya masyarakat, terutama sejak anak-anak menjalani pembelajaran jarak jauh setahun lalu.
Di sisi lain, Diyah Puspitarini membahas upaya pencegahan, termasuk penguatan keluarga dan literasi digital anak-anak.
KPAI juga mendorong pemerintah untuk terus melakukan upaya pencegahan dengan mensosialisasikan bahaya mengakhiri hidup secara massif.
Vensya Sitohang menyoroti faktor-faktor penyebab gangguan jiwa dan perlunya upaya komprehensif dalam menyelamatkan kesehatan jiwa anak. Anisia Kumala mengingatkan pentingnya mendengarkan tanda-tanda anak yang meresahkan.
Hasil dari FGD mencakup sejumlah rekomendasi, termasuk peningkatan layanan dan perlindungan khusus anak dalam pembangunan, upaya deteksi dini fenomena anak menyakiti diri, peningkatan kualitas layanan rehabilitasi sosial, pengawasan anak dalam pengasuhan positif, tindak lanjut hukum, dan pembatasan akses anak pada konten berisiko di media.
Upaya-upaya tersebut bersifat proaktif, terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan, dengan peran keluarga dan masyarakat dikedepankan.
Perlunya kerjasama lintas program dan lintas sektor untuk meningkatkan kesehatan jiwa remaja juga disoroti.
Rekomendasi lainnya mencakup penguatan kesehatan mental anak dan orang tua, pemberdayaan keluarga, pengawasan intensif di satuan pendidikan, serta penanganan kasus anak menyakiti diri dan mengakhiri hidup oleh aparat penegak hukum.
Revisi Permendikbud No. 111 tahun 2014 juga diusulkan untuk memperhatikan rasio perbandingan guru BK dan peserta didik.
Semua rekomendasi ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk mengatasi dan mencegah lonjakan kasus anak mengakhiri hidup di Indonesia. (*)