Willie Salim meminta nasihat Ustad Deri Sulaiman. (Tangkapan layar video IG @wilie)
PALEMBANG – Willie Salim akan terbang lagi ke Palembang setelah Lebaran. Bukan untuk konten baru, melainkan menebus kontroversi. Kontennya tentang ‘rendang hilang’ di Benteng Kuto Besak telah menimbulkan kegaduhan. Kini, Kesultanan Palembang Darussalam menuntutnya menjalani ritual adat: tepung tawar.
Kepastian kedatangannya dikonfirmasi langsung oleh Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Raden Muhammad Fauwas Diradja. Rabu malam, ia mendapat telepon dari Ustad Deri Sulaiman yang menyampaikan keinginan Willie untuk meminta maaf. “Saya juga sempat berbicara dengannya lewat video WhatsApp. Dia terlihat pucat, matanya berkaca-kaca. Yang jelas, dia takut,” ujar SMB IV, Kamis (27/3/2025).
Ia menegaskan bahwa video tersebut di-setting, meski bukan oleh Willie sendiri. “Saya yakin itu kerja timnya,” katanya. Namun, di mata Kesultanan, tanggung jawab tetap ada. Maka, selain permintaan maaf terbuka, ritual adat pun wajib dijalankan.
Tepung Tawar: Sebuah Penebusan
Tepung tawar bukan sekadar seremoni. Dalam budaya Palembang dan Melayu, ritual ini adalah bentuk doa dan penyucian diri. Biasanya dilakukan untuk menyambut peristiwa besar, dari pernikahan hingga perjalanan jauh. Namun, kali ini, ia menjadi bagian dari prosesi pemulihan nama baik.
Prosesi ini melibatkan sejumlah bahan simbolik. Beras kunyit melambangkan kemurahan rezeki, beras putih menandakan kesucian, dan air tepung tawar sebagai penyejuk hati. Selain itu, ada daun gandarusa, cuang-cuang, serta ribu-ribu, yang dipercaya membawa berkah dan keselamatan.
“Palembang memiliki cara yang elegan dalam memaafkan,” ujar SMB IV. Kesultanan juga menggandeng Dinas Kebudayaan Kota Palembang agar ritual ini menjadi momentum edukasi budaya.
Batas Kesabaran Kesultanan
Namun, tak ada kompromi jika Willie tak memenuhi tuntutan ini. SMB IV menegaskan, jika Willie mengabaikan permintaan maaf terbuka dan ritual adat, konsekuensinya berat. “Jika tidak, dia akan dikutuk dan diharamkan menginjakkan kaki di wilayah kami seumur hidup,” tegasnya.
Kisah Willie Salim dan rendang hilang kini berujung pada pertemuan antara viralitas digital dan kearifan lokal. Di balik sorotan publik, ada pelajaran tentang batasan dalam berkonten dan bagaimana tradisi bisa menjadi jembatan pemulihan. Kini, bola ada di tangan Willie. Apakah ia siap menjalani tepung tawar dan kembali diterima di Tanah Sriwijaya? (aih)