Jakarta || Dunia olah raga Indonesia, di awal 2025, menurut Indonesia Peduli Olahraga (IPO), semakin kusut. Khususnya, yang terkait penerbitan Peraturan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Olahraga Prestasi.
Hal Ini memperlihatkan ketidakpahaman Menpora, Dito Ariotedjo, tentang tata kelola organisasi olahraga nasional. Menpora, yang kini diduduki Dito, sebagai menterinya Prabowo, bukan hanya melanggar “Olympic Charter” atau Piagam Olimpiade, tetapi juga ‘memaksa’ Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto segera melepaskan jabatan dari Ketua Umum PB IPSI. Begitu juga Rosan P Roeslani, sebagai Ketua Umum PP PABSI.
Karena, Prabowo sudah melampuai dua (2) periode dimana dirinya mulai menjadi orang nomor satu di pencak silat sejak 2003 hingga sekarang. Sedangkan Rosan memasuki periode ketiga dari tahun 2015-2019, 2019-2024, dan 2024-2028.
Hal ini bertentangan dengan pasal 18 Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 dimana disebutkan “masa jabatan pengurus organisasi olahraga lingkup olahraga prestasi ditetapkan 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.”
Hal itu, menurut IPO sangat aneh dan janggal. Lantaran, menjadi pemimpin olahraga itu adalah bagian dari pengabdian dimana ujungnya prestasi. “Memang di dalam AD/ART cabor ada yang mencantumkan batas masa jabatan 2 (dua periode) tetapi tidak ada salahnya jika anggotanya mempertahankan sosok ketua umum yang dianggap telah berhasil meningkatkan prestasi olahraga yang dipimpinnya.”
Kok bisa ya, Dito nekad mengistruksikan Presiden Prabowo dan Menteri BKPM, Rosan P Roslani yang sudah bersusah payah menghasilkan prestasi, di ajang event dunia. Khususnya, pencak silat, merupakan cabor asli milik Indonesia yang saat ini masih membutuhkan peran Prabowo Subianto yang sedang getol dan ngotot, agar pencak silat, bisa menjadi salah satu cabang di Olimpiade.
Begitu pula dengan Rosan P Roeslani, yang telah sukses memimpin cabang angkat besi, sejak sepuluh tahun lalu, mampu mempertahankan medali di Olimpiade. Bahkan, mencetak sejarah, pertama kalinya menyumbang medali emas bagi kontingen Indonesia, lewat atlet lifter, Rizky Juniansyah.
Terkait Permenpora yang jelas melanggar “Olympic Charter”, IPO menilai, bahwa Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), yang pimpinan Marciano Norman, dan jajarannya yang beranggotakan para pensiunan Jenderal serta Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang diawaki Raja Sapta Oktohari, beserta Exco-nya, terkesan banci.
Sampai hari ini, keduanya tidak mau memberikan teguran atau pun menginspirasi cabor-cabor, untuk bergerak dalam menyangkal PERMENPORA Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Olahraga Prestasi.
IPO menilai, bahwa KOI sebagai kepanjangan tangan IOC,tidak menjadi pilar penjaga “Olympic Charter”. Sudah sangat gamblang, bahwa Menpora Dito Ariotedjo, telah melanggar, dan tidak mau berjuang secara masif, tetapi terlihat “memble” dan “mbelgedes”..
KONI pun, yang jelas fungsinya sebagai ibunya cabor-cabor sudah diinjak-injak martabat dan kepentingannya, justru tidak berusaha meluruskan dan memperjuangkan pencabutan produk gagal PERMENPORA 14. Bahkan, saat ini, justru berharap, uluran tangan/belas kasihan dari Presiden Prabowo Subianto, dan tidak mempertahankan eksistensinya, dalam olah raga nasional. Padahal, KONI dan KOI jelas keberadaanya dalam UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
IPO mendukung penuh diselenggarakannya Seminar Asosiasi Advocat Indonesia oleh DPC Jakarta Sekatan bertema: “Membedah Arah Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 – Tinjauan Hukum, Implementasi, dan Masa Depan Kebijakan Olahraga Nasional” di Ballroom Pulman Hotel Central Park, 16 Januari 2025, hari ini.
Saran IPO, sebaiknya KEMENPORA, KONI dam KOI dihapuskan saja dan digantikan lembaga yang lebih bisa bertanggungjawab, dan bisa memperjuangkan hak para otlahragawan dan cabang olah raga.
Erwiyantoro Ketua Indonesia Peduli Olahraga HP 0818804840