Kabarmetro.id – Upaya gencatan senjata di ibu kota Sudan, Khartoum, gagal terwujud pada Rabu (19/4/23). Kegagalan itu menyebabkan perang saudara di Sudan berlanjut.
Gencatan senjata selama 24 jam diinisiasi oleh beberapa negara yang ingin mengevakuasi warganya keluar Yaman. Namun, saksi mata di beberapa area di Khartoum melaporkan pertempuran antar pihak-pihak bertikai masih berlanjut.
Pada awal Rabu kemarin, markas besar militer Yaman digempur pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF). Ledakan besar terdengar dari beberapa titik di sekitar pangkalan militer.
“Angkatan bersenjata segera merespons serangan baru di sekitar Komando Jenderal,” ujar Militer Sudan seperti dikutip dari Reuters.
Di sebelah barat Khartoum, tepatnya di wilayah Jabra baku tembak dilaporkan terjadi. Jabra merupakan kediaman pemimpin paramiliter Rapid Support Forces (RSF)Mohamed Hamdan Dagalo dan keluarganya berada.
Meski demikian, keberadaan pria yang kerap disapa Hemedti itu, sejak perang saudara pecah di Sudan pekan lalu masih samar.
Akibat masih sengitnya pertempuran, asap tebal nampak di langit Khartoum. Kota berpenduduk 5,5 juta orang itu adalah salah satu terbesar di Afrika.
Salah seorang warga Khartoum, Hadeel Mohamed, mengatakan situasi perang membuat kehidupan warga sulit. Sebab, mereka harus berhadapan dengan sulitnya mendapatkan makanan dan pemadaman listrik.
“Hari ini kami mulai kehabisan barang-barang penting,” kata Mohamed.
Kementerian Kesehatan Sudan juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Akibat jumlah korban jiwa mencapai 270 orang lebih dan korban luka menyentuh angka 2600 maka hampir seluruh rumah sakit kelebihan kapasitas pasien.
Kondisi diperparah atas laporan lembaga independen Persatuan Dokter Sudan. Sebanyak sembilan rumah sakit di Khartoum lumpuh akibat tertembak artileri.
“Rumah sakit sekarang benar-benar lumpuh, sudah terlepas dari segala kebutuhan dan benar-benar bencana,” ujar juru bicara Bulan Sabit Merah Osama Othman.
Perang saudara di Sudan disebabkan pertikaian integrasi RSF ke dalam militer Sudan pimpinan Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan.
Perang saudara membuat transisi Sudan dari pemerintah sementara ke pemerintahan sipil demokratis terancam gagal. Padahal Pemerintahan Sipil merupakan cita-cita sebagian besar warga Sudan yang lebih dari tiga dekade dipimpin Presiden tangan besi Omar Al-Bashir, yang dikudeta pada 2019. (TM)