Kepala Dinas PUPR dan tiga anggota DPRD OKU ditetapkan KPK sebagai tersangka. (Antara Foto)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Para tersangka, termasuk Kepala Dinas PUPR dan tiga anggota DPRD OKU, diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR OKU tahun anggaran 2024-2025.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Sabtu (15/3) menemukan bukti permulaan yang cukup atas dugaan tindak pidana korupsi. Enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Nopriansyah (NOP), Kepala Dinas PUPR OKU; Ferlan Juliansyah (FJ), anggota DPRD OKU; M Fahrudin (MFR), Ketua Komisi III DPRD OKU; Umi Hartati (UH), Ketua Komisi II DPRD OKU; serta dua pihak swasta, M Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
Kasus ini bermula dari pembahasan Rancangan APBD Kabupaten OKU pada Januari 2025. Beberapa anggota DPRD diduga meminta jatah pokok pikiran (pokir) dalam bentuk proyek fisik di Dinas PUPR. Kesepakatan fee proyek sebesar 20 persen menghasilkan nilai suap sekitar Rp7 miliar. Setelah APBD 2025 disahkan, anggaran Dinas PUPR naik dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar.
Sembilan proyek yang terlibat dalam kasus ini meliputi rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, perbaikan jalan dan jembatan, serta pembangunan kantor Dinas PUPR. Proyek-proyek tersebut diduga dikendalikan oleh pihak swasta menggunakan perusahaan pinjaman berbasis di Lampung.
Dalam OTT, KPK menyita uang Rp2,6 miliar dari rumah Kadis PUPR. Uang tersebut berasal dari pencairan proyek yang sebelumnya diserahkan oleh dua pihak swasta. Seluruh tersangka kini dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kami mengingatkan kepada seluruh kepala daerah dan legislatif yang baru dilantik agar tidak menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi,” ujar Setyo Budiyanto.
Kasus ini menjadi peringatan bagi pejabat daerah agar tidak terjebak dalam praktik korupsi yang merugikan masyarakat. (iha)