Kelasi J dan Juwita (trib)
JAKARTA – Juwita tampak bersemangat saat bercerita tentang rencana pernikahannya. Rekan-rekannya di redaksi Newsway.co.id masih mengingat bagaimana ia memperlihatkan foto dirinya bersama sang tunangan, Kelasi Satu J, dengan latar biru di casing ponselnya. Sebuah pertanda kebahagiaan yang seharusnya menyongsong hari besar pada Mei 2025. Namun, takdir berkata lain. Juwita ditemukan tewas di pinggir jalan dengan tanda-tanda kekerasan yang menguatkan dugaan bahwa ia bukan sekadar korban kecelakaan.
Kasus ini tengah memasuki babak baru. J, prajurit TNI AL yang belum lima bulan bertugas di Lanal Balikpapan, akhirnya mengakui perbuatannya menghabisi nyawa Juwita. Ketua Tim Advokasi untuk Keadilan Juwita, Pazri, menyebut ada indikasi kuat bahwa pembunuhan ini telah direncanakan dengan matang. “Ada banyak kejanggalan. Pemesanan tiket dengan nama lain, penghancuran KTP, hingga eksekusi yang diduga dilakukan di dalam mobil sewaan,” ujarnya.
Dugaan pembunuhan berencana ini semakin diperkuat oleh hubungan antara korban dan pelaku. Meski telah bertunangan, beberapa orang dekat Juwita menyebut hubungan mereka tidak selalu harmonis. Rekan kerjanya, Devi Farah Diba, mengungkapkan bahwa Juwita kerap mengeluhkan sikap posesif dan temperamental J. “Ju sering cerita kalau dia harus lapor setiap aktivitasnya. Bahkan, siapa yang bersamanya pun harus diberitahu ke J,” kata Devi.
Kisah asmara mereka rupanya juga menyimpan kejanggalan. Lamaran resmi telah berlangsung, tetapi tanpa kehadiran J. Sang ibu dan kakak laki-laki yang mewakili dirinya. “Kami sekeluarga jadi tak terlalu mengenal sosoknya secara langsung,” ungkap kakak korban, Subpraja Ardinata. Ia mengaku baru menyadari ada sesuatu yang ganjil setelah tragedi ini terjadi.
Kasus ini mendapat perhatian luas. Rekan-rekan sesama jurnalis menggelar aksi solidaritas, mendesak agar J segera ditetapkan sebagai tersangka. Namun, hingga kini, status hukumnya masih menggantung. Komandan Polisi Militer Lanal Balikpapan, Mayor Laut Ronald Ganap, hanya memberikan jawaban singkat, “Nanti ya.”
Sikap yang dianggap bertele-tele ini justru menimbulkan spekulasi. Apakah ada upaya untuk melindungi pelaku? Atau justru ada fakta lain yang belum terungkap? Hingga kini, penyelidikan masih berjalan, sementara publik terus menuntut kejelasan. Bagaimanapun, mereka ingin melihat keadilan ditegakkan, bukan ditutupi oleh seragam dan prosedur. (aih)