JAKARTA – Gempa bermagnitudo 7,7 mengguncang Myanmar pada Jumat (29/3/2025) pukul 13.20 WIB. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa gempa ini dipicu aktivitas Sesar Besar Sagaing, salah satu sumber gempa paling aktif di kawasan Asia Tenggara.
Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa Sesar Sagaing membentang sepanjang 1.200 kilometer dari utara ke selatan Myanmar. “Sesar ini memiliki mekanisme geser menganan (dextral strike-slip) dengan laju pergerakan sekitar 18-22 mm per tahun, yang membatasi pergerakan Lempeng India dan Lempeng Sunda,” kata Daryono dalam keterangannya, Sabtu (30/3/2025).
Guncangan kuat terasa hingga Bangkok, Thailand, dan beberapa wilayah di China. Sejumlah laporan menyebutkan jalanan retak, bangunan runtuh, dan monumen bersejarah di Myanmar mengalami kerusakan parah.
Potensi Korban Jiwa 10.000 Orang
Dampak gempa ini diperkirakan sangat besar, terutama karena episentrum berada di dekat Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar yang berpenduduk padat. Berdasarkan pemodelan Badan Geologi dan Pemetaan AS (USGS), korban tewas diprediksi bisa menembus 10.000 orang.
Di Thailand, sebuah gedung pencakar langit yang tengah dibangun dilaporkan roboh akibat efek Vibrasi Periode Panjang atau Long Vibration Period. “Tanah lunak di Bangkok memperkuat gelombang gempa, menyebabkan resonansi berbahaya bagi gedung-gedung tinggi,” jelas Daryono dalam cuitannya di platform X.
Ia membandingkan peristiwa ini dengan gempa dahsyat di Michoacán, Meksiko, pada 1985. Saat itu, pusat gempa berada 350 kilometer dari Mexico City, tetapi gelombang seismik yang diperkuat tanah lunak menyebabkan kerusakan besar dan menewaskan sekitar 9.500 orang.
Selain efek resonansi, Daryono juga menyoroti potensi efek direktivitas, yakni ketika energi gempa terfokus dalam satu arah. “Semakin tinggi direktivitas, semakin besar energi yang terkonsentrasi pada area tertentu, seperti yang kini terjadi di Bangkok,” ujarnya.
Sesar Sagaing
Sesar Sagaing telah beberapa kali memicu gempa dahsyat di Myanmar, di antaranya:
-
1931 (M7,5)
-
1946 (M7,3 dan M7,7)
-
1956 (M7,0)
-
2012 (M6,8)
-
2025 (M7,7)
Dengan riwayat panjang aktivitas seismik ini, para ahli mengingatkan pentingnya mitigasi bencana di kawasan Myanmar dan sekitarnya. “Sesar Sagaing terus menunjukkan aktivitas signifikan, dan gempa-gempa besar masih berpotensi terjadi di masa depan,” tutup Daryono. (aih)