Jakarta, kabarmetro.id – Perang dagang dan anti-China meningkat di dalam pemerintahan Amerika Serikat (AS), dan Beijing seharusnya cepat tanggap dan tidak meremehkan hal itu, menurut seorang mantan wakil urusan luar negeri Departemen Keuangan AS, Kamis (6/6/2019).
“Saya cemas bahwa otoritas China tampak meremehkan bagaimana meluasnya sentimen anti-China di Washington, dan ini sudah menyebar ke seluruh spektrum politik,” kata Tim Adams yang sekarang menjabat presiden dan CEO Institute of International Finance (IIF), sebuah asosiasi perdagangan, dilansir dari CNBC International.
Meski pemerintahan Amerika Serikat saat ini yang bertanggung jawab atas terjadinya perang dagang dengan china ia mengatakan hampir semua dari 24 calon presiden dari Partai Demokrat memiliki semacam sentimen anti-China, baik itu terkait perdagangan atau hal lain yang lebih luas.
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat ini sudah mendapat dukungan dari Partai Republik.”Washington telah berubah menjadi anti-China,” kata Adams kepada CNBC di pertemuan IIF di Tokyo, Jepang.
Di saat yang sama, ia juga khawatir Washington tidak memahami retorika yang dilontarkan Beijing.”Saya cemas ada orang-orang di Washington yang merasa memahami pola pikir China dan bahwa mereka akan dapat memaksa Presiden Xi Jinping mematuhi keinginan Washington dan mungkin tidak menghargai retorika yang disampaikan China,” ujarnya.
Pernyataan itu disampaikan ketika perseteruan dagang antara kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu memanas dalam beberapa pekan terakhir.
Trump pada awal Mei mengumumkan bahwa bea impor terhadap produk China senilai US$200 miliar akan naik dari 10% menjadi 25%. AS juga sedang mempertibangkan untuk menerapkan bea masuk produk produk china lainnya senilai US $ 300 miliar.
Pemerintah China juga merespons langkah kebijakan AS itu dengan menaikkan bea impornya terhadap barang-barang AS senilai US$60 miliar.
Awak Media China juga memperingatkan bahwa Beijing bisa menghentikan ekspor mineral rare earth ke AS bila perang dagang makin panas.
Adams memperingatkan bahwa kedua negara bisa saja melakukan kesalahan perhitungan ketika ketegangan meningkat sehingga menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. [] Red